Jatuh Cinta

Published 7 Juli 2010 by kannaz

“Jatuh cinta” Sebuah kalimat yang perlu dikaji kembali maknanya. Kenapa bukan “terangkat (oleh) cinta” ?
Seharusnya cinta tidak membuat manusia menjadi jatuh harkat&kehormatannya, pribadinya, pikirannya, fisiknya, ekonominya, kehidupannya.
Dengan cinta semua mestinya terangkat dari kondisi dibawah menuju kondisi yg tinggi.
Bila kondisi manusia semakin kebawah maka ia dijatuhkan oleh cintanya, tapi bila kondisinya semakin keatas (baik) maka ia terangkat oleh cintanya.

Sembuhkan Penyakit dengan Iman

Published 7 Juli 2010 by kannaz

KESEHATAN tubuh hanya bisa dipelihara dengan pola hidup sehat. Sedangkan penyakit hanya bisa dihilangkan dengan mengembalikan kesehatan tubuh. Sebagaimana tubuh, kesehatan iman dalam hati hanya bisa dipelihara dengan kesehatan serupa, yaitu hal-hal yang mewariskan keimanan bagi hati, seperti: ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Itulah makanan hati. Dalam hadis marfu’ & mauquf dari ibnu Mas’ud disebutkan,”Sesungguhnya setiap orang yang menyuguhkan hidangan menghendaki hidangannya disantap orang. Dan hidangan Allah adalah AlQuran.”

Orang yang menyiapkan hidangan adalah penjamu. Maka, AlQuran adalah jamuan Allah bagi hamba-Nya.

Untuk bisa menyantap jamuan Allah, perbanyaklah beristighfar. Barang siapa beristigifar kepada Allah, kemudian bertobat, niscaya Allah akan memberikan kenikmatan sampai batas waktu yang ditentukan. Janganlah lupa untuk berzikir di waktu siang dan menjelang tidur.

Bersabarlah atas kesulitan dan kesukaran yang menghadang. Tidak seberapa lama, Allah pasti akan memberikan pertolongan. Dan, Dia juga akan menorehkan keimanan ke lubuk hati.

Jagalah selalu kesempurnaan kewajiban, seperti sholat lima waktu. Sesungguhnya sholat lima waktu merupakan tiang agama.

Jadikan kalimat La hawla wa la quwwata illa billah (tiada daya dan kekuatan melainkan atas kuasa Allah) sebagai sahabat sejati. Sesungguhnya dengan kalimat tersebut, segala beban akan terasa ringan, semua ketakutan akan sirna, dan keadaan terbaik senantiasa menanti.

Jangan pernah bosan untuk merapalkan doa dan permohonan. Sesungguhnya setiap permohonan hamba akan dikabulkan oleh-Nya selama tidak buru-buru atau mengatakan,”Aku sudah berdoa dan berdoa, tetapi tidak pernah diistijabah.”

Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu akan datang apabila kita bersabar. Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Tidak seorang pun -baik nabi maupun bukan- akan mendapatkan akhir yang baik kecuali dengan kesabaran.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Segala puji bagi-Nya yang telah menyempurnakan kenikmatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

Semoga sholawat dan salam tercurahkan atas Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, istri dan setiap orang yang mengikutinya sampai hari kiamat tiba.

dikutip dari buku terjemahan:
Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi, Ibnu Taymiyyah.

DOA

Published 7 Juli 2010 by kannaz

Allahumma bi’ilmikal ghaibi waqudratika ‘alal khalqi ahyinii maa ‘alimtal hayaata khairallii watawaffanii idzaa ‘alimtal wafaata khairallii. Allahumma as-aluka khasyyataka fil ghaibi wasysyahaadati, wa-as-aluka kalimatal haqqi fil ghadhabi warridhaa, wa-as-alukal qasda fil faqri wal ghina, wa-as-aluka na’iiman laa yanfadu, wa-as-aluka qurrata ‘ainin laa tanqathi’u. Allahumma innii as-alukar ridhaa ba’dal qadhaa-i, wa-as-aluka baradal ‘aisyi ba’dal mauti, wa-as-aluka ladzdzatan nazhari ila wajhika, wa-as-alukasy syawqa ila liqaa-ika, min ghairi dharraa-a mudhirratin walaa fitnatin mudhillatin, Allahumma zayyinnaa biziinatil iimaani waj’alna hudaatan muhtadiina.

Artinya:
Ya Allah, dengan ilmu ghaib-Mu & kekuasaan-Mu atas makhluk, hidupkan aku selama menurut-Mu hidup lebih baik bagiku. Tetapi, cabutlah nyawaku, jika menurut-Mu mati lebih baik untukku. Ya Allah, aku memohon rasa takut kepada-Mu dalam keadaan sembunyi & terang-terangan. Aku memohon kepada-Mu perkataan yang benar dalam keadaan senang & marah. Aku memohon kepada-Mu ksederhanaan saat miskin atau kaya. Aku memohon kepada-Mu nikmat yang tak pernah habis. Aku memohon kepada-Mu penyejuk hati yang tak pernah terputus. Aku memohon kepada-Mu rasa rela terhadap takdir. Aku memohon kepada-Mu ketentraman hidup setelah mati. Aku memohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu bukan dalam kesusahan yang membinasakan & cobaan yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan iman, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang diberi & memberi petunjuk.

HR. Ahmad dalam Musnad-nya, bab Hadits ‘Ammar. Juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam As-Sahw, bab Naw’ Akhar min Ad-Du’a.

Kutipan dari buku: Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah.

Hidup

Published 29 April 2009 by kannaz

Alam ruh -hanya Allah yang tahu berapa lamanya. Alam rahim -umumnya 9 bulan. Alam dunia -kurang lebih 63 tahun. Alam kubur -sampai hari kiamat tiba, disini ada nikmat & adzab kubur. Alam akhirat -kekal di surga atau neraka.
Jadi hidup itu bukan sampai terhentinya nafas dan detak jantung.
Pada fase alam dunia, disinilah semuanya diketahui, juga tempat dan waktu beramal, ikhtiar, usaha menggapai kecintaan dan keridhoan Allah tabaraka wata’ala. Itu semua bisa terwujud atas karunia, pertolongan dan kehendak-Nya.

Tanda Kebaikan Islam Seseorang

Published 20 April 2009 by kannaz

“Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallah ‘anhu , ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya.” (HR At-Tirmidzi dan periwayat lainnya).

Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676H) mengatakan dalam kitabnya, “Al-Arba’in” bahwa hadits ini derajatnya hasan. Syaikh Salim Al-Hilali mengatakan dalam kitab Shahih al-Adzkar wa dh’ifuhu bahwa hadits ini shahih lighairihi (shahih karena adanya riwayat lainnya). Kesimpulannya, hadits ini benar adanya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat 795H) mengatakan: “Hadits ini merupakan pondasi yang sangat agung di antara pondasi-fondasi adab.” Dia mengatakan pula tentang pengertian hadits ini: “Sesungguhnya barangsiapa yang baik keislamannya pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting baginya; ucapan dan perbuatannya terbatas dalam hal yang penting baginya.” ( lihat Kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam).

Ukuran penting di sini bukan menurut rasa atau rasio/akal kita yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan tuntunan syari’at Islam.

Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah meninggalkan hal-hal yang haram, atau hal yang masih samar, atau sesuatu yang makruh, bahkan berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah (diboleh-kan) sekalipun, apabila tidak dibutuhkan maka termasuk kategori hal-hal yang tidak penting.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan pula: “Kebanyakan pendapat yang ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang tidak penting adalah menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna, sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan kecuali padanya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat.” (Qaaf: 18).

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang membandingkan antara ucapan dan perbuatannya tentu ia akan sedikit berbicara kecuali dalam hal-hal yang penting.”

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya, Al-Adzkaar: “Ketahuilah, sesungguhnya setiap mukallaf (muslim yang dewasa dan berakal hingga terbebani hukum syari’at, red) diharuskan menjaga lisannya dari segala ucapan kecuali yang mengandung maslahat. Apabila sama maslahatnya, baik ia berbicara ataupun diam, maka sunnah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat mengakibatkan suatu hal yang akhirnya menjurus kepada yang haram atau makruh, dan ini sering terjadi secara umum. Padahal mencari keselamatan itu tidak ada bandingannya.” Artinya mencari keselamatan itu sangat penting sekali.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (wafat th 751H) berkata: “Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang mengucapkan kata-kata yang sia-sia. Apabila ia berkata hendaklah berkata yang diharapkan terdapat kebaikan padanya dan manfaat bagi dien (agama)nya. Apabila ia akan berbicara hendaklah ia pikirkan, apakah dalam ucapan yang akan dikeluarkan terdapat manfaat dan kebaikan atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, dan apabila bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata lain yang lebih bermanfaat atau tidak? Supaya ia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan yang pertama (tidak bermanfaat) itu. (Dinukil dari Kitab Ad-Daa’u wad Dawaa’).

Selanjutnya beliau dalam kitabnya itu pula mengatakan, “Adalah sangat mengherankan bahwa manusia mudah dalam hal menghindari dari memakan barang haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri, minum minuman keras, memandang pan-dangan yang diharamkan, dan lain sebagainya; tetapi sulit untuk menjaga gerakan lisannya. Sampai-sampai seseorang yang dipandang sebagai ahli agama, zuhud, gemar beribadah, tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah marah kepadanya. Dengan ucapannya tersebut, tanpa ia sangka-sangka menyebabkan ia terjerumus ke neraka jahanam lebih jauh jaraknya dibanding jarak antara timur dan barat.

Betapa banyak orang yang demikian, yang engkau lihat dalam hal wara’, meninggalkan kekejian dan kedzaliman, tetapi lisannya diumbar ke sana ke mari menodai kehormatan orang-orang yang hidup dan yang telah meninggal dunia, tanpa mempedulikan akibat dari kata-kata yang diucapkannya.”

Ancaman yang disebutkan itu berlandaskan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata, ia tidak memikirkan (apakah baik ataukah buruk) di dalamnya maka ia tergelincir disebabkan kata-kata itu ke dalam api neraka sejauh antara timur dan barat.” (Muttafaq ‘alaih).

Marilah kita simak pula nasihat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin hafizhahullah, yang kami ringksakan dari kitabnya, Syarah Riyadhus Shalihin:

Seorang muslim apabila ingin baik keislamannya maka hendaklah ia meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya. Contoh, apabila engkau bingung terhadap suatu amalan, apakah engkau kerjakan atau tidak, maka lihatlah amalan itu apakah penting untukmu dalam hal dien dan dunia atau tidak penting. Jika penting maka lakukanlah, kalau tidak maka tinggalkanlah, karena keselamatan itu harus lebih diutamakan.

Demikian pula janganlah engkau ikut mencampuri urusan orang lain jika kamu tidak memiliki kepentingan dengannya. Tidak seperti yang dilakukan oleh sebagian manusia pada hari ini, yaitu rasa ingin tahu terhadap urusan orang lain; apabila ada dua orang yang sedang berbincang-bincang lalu ia datangi keduanya dengan rasa ingin tahu apa yang sedang diucapkan oleh mereka berdua. Atau terkadang mengutus orang lain untuk men-dengarkannya.

Contoh (kurang baik) yang lain lagi, jika engkau berjumpa dengan orang lain engkau bertanya kepadanya dari mana kamu, apa yang telah dikatakan si fulan kepadamu, dan apa yang kamu katakan kepadanya, dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang tidak ada gunanya dan tak ada faedahnya, bahkan hanya membuang-buang waktu, membuat hati gelisah, dan mengacaukan pikiran serta menyia-nyiakan sebagian besar hal-hal yang penting lagi bermanfaat. Engkau dapati seorang yang dinamis aktif dalam beramal, memiliki perhatian penuh terhadap kebaikan bagi dirinya dan hal-hal yang bermanfaat baginya, maka engkau dapatkan dia sebagai orang yang produktif.

Kesimpulannya, jika engkau ingin melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan, maka perhatikanlah: Apakah hal itu penting bagimu atau tidak. Jika tidak penting maka tinggalkanlah, apabila penting maka kerjakanlah sesuai dengan prioritasnya. Demikian-lah manusia yang berakal, dia sangat memperhatikan amal kebaikan sebagai persiapan menghadapi kematian. Dan dia selalu mengoreksi diri terhadap amal-amalnya selama ini.

Artikel Buletin An-Nur (Selasa, 06 April 04)

almanhaj.or.id

Mukhlis

Published 11 Maret 2009 by kannaz

QS. Al Hijr

28. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,

29. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud[796].

[796]. Dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.

30. Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama,

31. kecuali iblis. Ia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu.

32. Allah berfirman: “Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?”

33. Berkata Iblis: “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”

34. Allah berfirman: “Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk,

35. dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat.”

36. Berkata iblis: “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan[797],

[797]. Maksudnya Iblis memohon agar dia tidak diazab dari sekarang melainkan diberikan kebebasan hidup sampai hari berbangkit.

37. Allah berfirman: “(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh,

38. sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan[798],

[798]. Yakni waktu tiupan pertama tanda permulaan hari kiamat.

39. Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,

40. kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis[799] di antara mereka.”

[799]. Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah s.w.t.

41. Allah berfirman: “Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya)[800].

[800]. Maksudnya pemberian taufiq dari Allah s.w.t. untuk mentaati-Nya, sehingga seseorang terlepas dari tipu daya syaitan mengikuti jalan yang lurus yang dijaga Allah s.w.t. Jadi sesat atau tidaknya seseorang adalah Allah yang menentukan.

42. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.

43. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya.

44. Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.

45. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir).

46. (Dikatakan kepada mereka): “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman[801]”

[801]. Sejahtera dari bencana dan aman dari malapetaka.

47. Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.

48. Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.

49. Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,

50. dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.

Sumber: Al Quran Digital versi 2.0
Freeware (c) Hak cipta hanya milik Allah swt.
Muharram 1425 (Maret 2004)
Website: http://www.alquran-digital.com
E-mail: info@alquran-digital.com

10 Kebiasaan Jika Seorang Muslim Ingin Sukses

Published 3 Maret 2009 by kannaz

Siapapun anda, mulai saat ini anda bisa tergolong orang sukses bila anda benar-benar merencanakan dan bervisi sukses serta berperilaku sebagai orang sukses. Ciri utama perilaku orang sukses adalah dia menikmati hidupnya betapapun keadaan dirinya- dan melakukan perbaikan diri secara berkelanjutan, sehingga selalu hari ininya lebih baik dari kemarin. Dan dia merancang hari esoknya lebih baik dari hari ini. Orang-orang yang tidak berhasil dan tidak berusaha berhasil adalah orang yang sudah mempersepsikan dirinya berada pada tingkat atau kelas tertentu dari kasta kehidupan. Dia sudah memastikan kasta kehidupannya sendiri sehingga, dia sulit dan enggan untuk naik kasta dan memperbaiki nasibnya. Dia tidak bisa bergerak maju karena dihalangi pembatasan persepsi dan perasaannya. Dia membatasi kemampuan dan kesuksesannya sebatas yang dia pikirkan dan gambarkan. Dia tidak melihat kemampuannya yang luar biasa- seperti apa adanya yang dikaruniakan Allah kepada diri-Nya. Padahal Allah berfirman, artinya: “Allah tidak mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu mengubah nasib dirinya sendiri.”

Orang-orang yang mencapai keberhasilan luar biasa, konon menurut sebuah penelitian- barulah menggunakan kurang lebih 5% dari kemampuan otak yang diberikan Allah kepada dirinya. Berarti betapa nganggurnya kebanyakan otak manusia. Kita bisa melihat kasus soal tradisi membaca. Kita melihat fenomena rendahnya tingkat baca umat Islam di seluruh dunia. Padahal orang yang tidak membaca adalah tidak lebih baik daripada orang yang buta huruf. Standar baca buku adalah satu buku satu minggu. Tapi kenyataannya, jangankan masyarakat umum, para mahasiswa saja belum tentu memenuhi standar satu minggu satu buku. Ironis memang, tapi itulah kenyataan, dan sekaligus contoh riel dari pengangguran otak besar-besaran. Karena salah satu rangsangan untuk menggunakan otak adalah dengan membaca.

Kalau begitu, ini artinya setiap manusia memiliki harta karun yang jarang ia sentuh dan manfaatkan. Harta karun itu (baca: kemampuan, kecerdasan) adalah salah satu nikmat dari Allah yang kelak akan dipertanyakan pertanggungjawabannya. Sebab semua nikmat akan ditanyakan kepada kita. “Kemudian pada hari itu, kamu pasti ditanya tentang kenikmatan (yang kamu terima).” (QS. At-Takatsur: 8). Bagaimana kita menjawabnya? Kita diberi modal oleh Allah dengan berbagai nikmat ini adalah untuk diberdayakan, dimanfaatkan dan dikembangkan, bukan untuk dianggurkan, dicuekin dan ditelantarkan. Sudah belasan tahun modal berbagai kenikmatan itu kita acuhkan, tidak kita pedulikan, bagaimana memulai hidup yang baru, hidup sukses, produktif dan penuh tanggung jawab?

Insya Allah buku 10 Kebiasaan Muslim Yang Sukses dapat kita jadikan panduan memulai hidup baru yang penuh dinamis dan bertabur kesuksesan itu. Kesuksesan sejati; kesuksesan dunia-Akhirat.

Pertama kali, kita harus melihat bahwa kita memiliki berlapis-lapis potensi.

Kita harus membangun kepercayaan diri bahwa sebagaimana orang lain bisa mencapai puncak kesuksesan, kita pun bisa mencapai ke sana. Sebetulnya, disinilah starting point kita untuk bisa sukses. Kita tidak akan pernah beranjak dari kasta dan tidak akan pernah naik kelas dalam kehidupan ini, bila kita berfikir ke belakang. “Saya hanyalah anak seorang petani, saya hanyalah anak yang terbatas otaknya, saya cukup begini saja”, dst. Untuk melakukan perubahan mendasar atau revolusi, kita harus mengubah paradigma, cara pandang, persepsi dan asumsi kita tentang diri kita sendiri, juga tentang dunia ini. Bila paradigma terhadap diri kita adalah sebagai individu yang sukses, maka perilaku, tindakan dan pola pikir kita akan tumbuh berdasarkan paradigma dan asumsi tersebut. Demikian pun sebaliknya. Di sinilah perubahan itu akan berarti, perubahan dari akarnya, bukan perubahan di permukaan atau level daun-daunnya saja.

Dalam istilah agama, untuk mengubah kegagalan menuju sukses kehidupan Akhirat, kita terlebih dahulu harus mengubah manhaj (jalan, metode pemahaman) kita. Yaitu menuju manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah atau manhaj Salafus Shalih. Karena manhaj inilah yang direkomendasikan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dengan mengubah manhaj, berbagai perubahan kita dalam beragama akan bersifat mendasar dan substansial, bukan angin-anginan, di permukaan atau tergantung kebutuhan. berdasarkan Al Quran dan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wasallam menurut pemahaman salafus Shalih.

Bila kita sudah mengubah paradigma kita, yaitu keyakinan kita bahwa kita memiliki berlapis-lapis potensi, berarti kita telah menciptakan lensa baru dalam melihat diri kita dan dunia. Lensa yang jelas dan terang benderang. Ia akan memberi kekuatan yang luar biasa dalam perubahan diri kita. Perubahan menuju kebiasaan orang-orang yang sukes. Dengan begitu kita sudah berfikir, bertindak, berperilaku seolah-olah sebagai orang sukses. Kita menjadi manusia yang sama sekali baru.

Tugas besar kita dalam perubahan paradigma untuk mencapai puncak prestasi adalah dengan secara konsisten meningkatkan tiga hal sekaligus; kualitas iman, kualitas kerja (kuliah), kualitas hubungan sosial. Sebagai kompas dan penunjuk arah dalam merealisasikan paradigma yang baru tersebut kita harus menuangkannya dalam bentuk misi hidup, sesuai dengan peran kita masing-masing. Dan misi itu ditulis dengan bertolak dari segi tiga hal di atas (iman, pekerjaan, relasi). Karena segi tiga itulah yang menjadi poros kehidupan kita di dunia ini. Misi hidup itu lahir berawal dari fantasi dan mimpi besar yang disebut visi. Misi merupakan penerjemahan visi, fantasi dan mimpi besar kita. Visi adalah perasaan bahwa kita ditantang oleh dunia untuk membuat jejak langkah kita di sana, melalui kekuatan ide, kepribadian, sumber diri dan keinginan kita. Visi adalah perasaan yang komprehensif tentang posisi, arah dan cara hidup untuk meraih tujuan, dan apa yang akan kita lakukan ketika tujuan kita raih. Kita sebenarnya tumbuh bersama mimpi-mimpi. Beberapa dari kita membiarkan mimpi-mimpi itu mati. Tapi yang lain tetap memelihara, menjaga serta merawatnya dalam hari-hari yang suram, sampai matahari dan sinarnya datang menerangi.

Visi kerasulan Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah mengeluarkan umat manusia dari kesesatan kepada kebenaran dan petunjuk. Maka visi itu beliau implementasikan dalam bentuk misi dakwah. Beliau terus menjaga visi-misinya dalam suka duka dakwah, sehingga beliau berhasil melahirkan generasi manusia terbaik sepanjang masa dalam kurun waktu hanya 23 tahun.

Thomas Edison mencanangkan tujuan ambisius (visi) untuk mendapatkan penemuan besar yang baru setiap enam bulan, dan penemuan kecil setiap 10 hari. Ketika meninggal karena dia menjaga dan konsisten dengan visi misinya- dia memiliki 1.092 lisensi untuk hak paten Amerika Serikat dan 2000 lisensi hak paten dari luar negeri.

Kebiasaan kedua adalah menentukan tujuan.

Jenis tujuan juga masih berporos pada tiga hal di atas (iman, pekerjaan, relasi). Tapi untuk lebih spesifik dibagi menjadi tujuan ilahiyah, tujuan kemasyarakatan dan tujuan pribadi. Ketiga jenis tujuan tersebut harus saling berkaitan, meskipun di lapangan, kadang terjadi benturan, khususnya tujuan-tujuan yang bersifat kemasyarakatan. Sebagai seorang muslim, tujuan kita di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah. Maka kita pun merumuskan tujuan-tujuan yang berkaitan dengan hak-hak Allah, lalu hak-hak hamba (hub. Sosial), dan hak-hak pribadi. Kita bisa merumuskan tujuan-tujuan tersebut berdasarkan delapan tahap tujuan:

  1. Yang berkaitan dengan hak-hak Allah.
  2. Keluarga.
  3. Pekerjaan.
  4. Hubungan pribadi.
  5. Bersifat hiburan.
  6. Pengembangan diri.
  7. Bersifat materi.
  8. Kedudukan sosial.

Tujuan-tujuan itu harus memenuhi lima kriteria;

  1. Jelas dan tertentu.
  2. Bisa diukur.
  3. Bisa dikerjakan.
  4. Ada motivasi.
  5. Tanggal pelaksanaannya ditentukan.

Kebiasaan ketiga adalah menentukan skala prioritas.
Dalam hal ini Stephen Covey dalam The 7 Habits-nya mengutip kata-kata yang bagus, “Orang sukses mempunyai kebiasaan mengerjakan hal-hal yang tidak suka dikerjakan oleh orang gagal. Mereka belum tentu suka mengerjakannya. Namun ketidaksukaan mereka, tunduk pada kekuatan tujuan mereka.” Ini artinya, diperlukan komitmen tinggi dan keberanian mengatakan “tidak” jika memang hal itu berseberangan dengan prioritas. Sebab memang pekerjaan itu ada enam kuadran.

  1. Sangat penting dan mendesak seperti ibadah yang masuk waktu dan membawa anak ke rumah sakit.
  2. Sangat penting dan tidak mendesak, seperti olah raga, silaturahim.
  3. Penting dan mendesak, seperti mengantar anak sekolah, menerima tamu.
  4. Penting dan tidak mendesak, seperti membaca, mengikuti pelatihan.
  5. Tidak penting tapi mendesak, seperti lihat acara TV.
  6. Tidak penting dan tidak mendesak, lama-lama baca koran.

Kebiasaan keempat, perencanaan yang efektif.
Pernah diadakan survey untuk mengetahui profesional yang paling sukses. Ternyata dari 100 profesional sukses yang diteliti di Amerika, yang paling sukses di antara mereka adalah yang memulai harinya di kantor dengan menulis daftar kerja (baca: perencanaan) yang harus ia realisasikan hari itu. Lalu ia berusaha untuk menyelesaikannya. Satu dari mereka berusaha maksimal untuk tidak meninggalkan kantor sebelum menuntaskan daftar kerjanya hari itu. Segala sesuatu diciptakan dua kali. Demikian kata Stephen C. Yang pertama adalah ciptaan mental, dan yang kedua adalah ciptaan fisik. Persis seperti rumah yang sebelum dibangun kita membuat design dan arsitektur-nya, baru kemudian kita merealisasikan rumah itu dalam kenyataan fisik sesuai gambarnya. Atau dalam bahasa kedokteran, diagnosis dulu sebelum membuat resep. Artinya, kita bisa merencanakan sukses atau gagal, tergantung bagaimana kita menciptakan suatu pekerjaan itu dalam rencana kita. Dan kita harus memiliki rencana baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Dalam bahasa Tujuh Kebiasaan Stephen C. “Merujuk pada tujuan akhir”. Stephen mengajak agar kita menvisualisasikan kita sudah mati. Lalu apayang dikatakan oleh orang-orang tentang kita? Apa prestasi, kontribusi yang anda ingin agar mereka ingat? Apa kata-kata perpisahan yang anda ingin diucapkan anak, isteri, paman dan kolega anda? Berangkatlah dari sini saat membuat perencanaan. Sejauh mana kita melihat tujuan akhir seringkali menentukan apakah kita mampu atau tidak menciptakan sebuah perusahaan/bisnis yang berhasil. Kebanyakan kegagalan bisnis diawali dengan dari ciptaan pertamanya, dengan masalah-masalah seperti kurangnya modal,kesalahpahaman tentang pasar, atau tidak adanya rencana bisnis.

Kebiasaan kelima, fokus.
Artinya, serius terhadap suatu pekerjaan yang sudah ditetapkan, tidak berpaling ke hal-hal yang lain. Untuk itu diperlukan kemauan besar sehingga mampu menundukkan keinginan hawa nafsu, dan bisa menuntaskan pekerjaan yang sedang diprioritaskan. Sebagian orang barat menyarankan, untuk bisa fokus kita harus latihan dengan cara meditasi, sehingga pikiran kita hanya tertuju pada satu hal yang kita inginkan, yang kita fikirkan, tidak ke yang lain. Kalau kita umat Islam, tidak perlu meditasi. Shalat lima kali itu saja tegakkan yang sekhusyu’-khusyu’nya sehingga kita terlatih fokus. Fokus juga akan menghilangkan sikap menunda-nunda pekerjaan yang sering menjadi penghambat utama keberhasilan sebuah pekerjaan. Penyakit terbesar sebuah pekerjaan adalah terbengkalai di tengah jalan (medak, Jawa), karena dianggap tidak menarik, malas atau ada yang lebih memikat. Dalam Islam ada istilah “pekerjaan itu dinilai pada pamungkasnya”. Batal wudhunya kalau tanpa mencuci kaki. Batal shalatnya kalau lari sebelum salam. Tidak dikategorikan lulus sarjana, kalau dia belum merampungkan dan lulus ujian skripsinya, tidak jadi sebuah buku kalau bab terakhirnya tak digarap, tidak bisa dimakan kalau nasi masih setengah masak dsb. Salah satu penawar terbesar penyakit “medak” adalah fokus pada pekerjaan.

Kebiasaan keenam, keahlian berkomunikasi.
Komunikasi adalah ketrampilan yang sangat penting dalam hidup, karena komunikasi adalah jantung hubungan sosial dengan masyarakat. Prof. Thomas Harrel (1986) pernah melakukan penelitian selama 20 tahun tentang hubungan kesuksesan kerja dengan proses komunikasi dalam kehidupan manusia. Penelitian ini menemukan bahwa faktor terpenting ukuran keberhasilan adalah sikap terbuka dan senang bermasyarakat. Disebutkan hanya 15% saja keberhasilan seseorang yang bergantung pada keahlian teknis, sedang 85% bergantung pada keahlian berkomunikasi. Keahlian berkomunikasi menjadikan kita bisa mempengaruhi orang lain secara positif, menjadikan mereka puas dengan pendapat kita dan menjadikan mereka mau membantu dan bekerjasama dengan kita.

Menurut Stephen, justeru kunci komunikasi adalah pada kemampuan kita untuk mendengar secara empatik, bukan banyak dan mendominasi pembicaraan. Mendengar untuk maksud mengerti secara mendalam, mengerti lawan bicara kita, secara emosional maupun intelektual. Para ahli komunikasi mengatakan, hanya 10% komunikasi kita diwakili oleh kata-kata, 30% selebihnya oleh suara kita, dan 60% oleh bahasa tubuh kita. Mendengar empatik, teknisnya kita mendengar dengan telinga, mata dan hati kita. Memperhatikan perasaan, makna, perilaku, memahami, berintuisi dan merasa. Dengan demikian akan memberikan kita data yang akurat untuk dikerjakan.

Komunikasi kita banyak dipengaruhi oleh tiga faktor:

  1. Muatan komunikasi. Yaitu misi yang ingin kita sampaikan kepada orang lain (pemikiran, perasaan, permohonan, pemahaman dsb).
  2. Kondisi saat komunikasi berlangsung (kejiwaan lawan bicara, waktu, tempat, situasi).
  3. Metode penyampaian komunikasi.

Biasanya, yang sangat berpengaruh adalah faktor kedua, terutama kondisi kejiwaan. Berkomunikasilah dengan menempatkan diri kita pada posisi orang yang kita ajak bicara. Benar-benar memahami posisi orang tersebut, kekhawatiran-kekhawatirannya, harapan-harapannya, dan dari sanalah kita bisa masuk dan mempengaruhinya secara tulus. Bayangkanlah kita saat ini sedang berkomunikasi dengan teman kita dalam persoalan yang pelik. Bisakah kita menerapkan prinsip-prinsip komunikasi yang benar? Juga bila kita berkomunikasi dengan anak kita yang “nakal”. Semakin pandai kita menempatkan diri dalam komunikasi dan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan komunikasi, berarti kita telah menyelesaikan lebih dari separuh persoalan hidup kita. Karena hidup kita lebih banyak adalah kesalingtergantungan dengan orang lain.

Kepandaian komunikasi dakwah adalah utama. Untuk kita mengajarkan tentang nilai Islam kepada orang awam.

Kebiasaan ketujuh, mengalahkan diri sendiri.
Artinya, menundukkan diri, mengarahkan dan membiasakannya menghadapi tanggung jawab dan mengontrolnya serta bersabar atas berbagai beban hidup. Beberapa faktor yang membuat kita gagal mengalahkan diri sendiri adalah; siasat selalu membela diri sendiri dan menyalahkan orang lain, lemah, malas, tidak rapi, menunda-nunda, merasa gagal dsb. Barangkali inilah yang dalam bahasa Stephen diistilahkan “proaktif”. Artinya, sebagai manusia, kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Perilaku kita adalah fungsi dari keputusan kita, bukan kondisi kita. Kita dapat menomorduakan perasaan sesudah nilai. Kita punya inisiatif dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatunya terjadi. Kita tidak menyalahkan keadaan, kondisi atau orang lain. Karena itu masalahnya bukan apa yang terjadi pada kita, melainkan respon kita terhadap apa yang terjadi pada diri kitalah yang menyakiti kita. Sehingga Eleanor Roosevelt berkata, “Tak seorang pun dapat menyakiti anda tanpa persetujuan anda.” Kita perlu menghadapi hidup ini dengan cinta. Kita harus membuat cinta sebagai kata kerja, bukan kata benda, bukan perasaan. Cinta adalah sesuatu yang kita lakukan; pengorbanan kita, pemberian kita, seperti seorang ibu yang melahirkan anaknya ke dunia. Dan itulah yang akan mengalahkan egoisme kita, bahkan hawa nafsu kita.

Kebiasaan kedelapan, manajemen waktu.
Artinya, proses pemanfaatan waktu yang tersedia dalam hidup kita, juga potensi pribadi kita untuk mewujudkan tujuan-tujuan penting yang kita upayakan, dengan tetap menjaga keseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kehidupan pribadi, juga keseimbangan jasmani, ruhani dan akal. Ada dua jenis waktu. Pertama, waktu yang sulit diatur yaitu waktu yang kita gunakan khusus untuk itu, tidak bisa yang lain. Seperti waktu tidur, makan, istirahat dsb. Kedua, waktu yang bisa diatur, seperti saat kerja, waktu dalam sebagian kehidupan pribadi kita. Pada jenis yang kedua inilah terutama pertanyaan ditujukan, apakah kita telah manfaatkan waktu tersebut dengan baik? Untuk itu kita harus tahu kapan waktu prima kita sepanjang siang dan malam. Kerjakanlah pada saat itu pekerjaan-pekerjaan besar dan berat. Berikutnya, kita harus bisa menghitung berapa waktu kita yang terbuang percuma. Sehingga bisa kita gunakan untuk hal produktif. Dengan kemampuan kita, kita juga bisa memperpendek waktu jenis pertama untuk ditambahkan pada waktu jenis kedua. Lalu misalnya, ada dua jam waktu yang bisa dimanfaatkan, fikirkanlah untuk apa waktu itu kita gunakan?

Kebiasaan kesembilan, berfikir positif.
Di antara definsinya adalah cara pandang yang baik terhadap setiap masalah, orang dan peristiwa. Berfikir positif menjadikan seseorang selalu konstruktif dan produktif. Ia akan melihat dunia dengan terang benderang, karena ia menggunakan kaca mata yang positif, bukan negatif. Seorang yang berfikir positif senantiasa tawakal kepada Allah Tabaroka wata’ala, selalu optimis dengan kebaikan, menyikapi hidup dengan suka cita, melihat sisi kelebihan orang lain bukan kekurangannya, selalu menggunakan ungkapan-ungkapan lembut, berfikir menang-menang dan memiliki akhlak terpuji.

Kebiasaan kesepuluh, mewujudkan keseimbangan.
Seimbang artinya pandangan pertengahan antara berbagai hal. Pertengahan antara ujung yang saling bertentangan. Menjauhi sisi yang berlebihan, semangat membabi buta, kaku dan keras. Juga menjauhi sisi lain yang meremehkan, plin plan, tidak berpendirian dan mengabaikan setiap persoalan. Keseimbangan antara jasmani, ruhani dan akal. Kita seimbangkan antara ibadah, kerja dan kehidupan pribadi sesuai dengan porsinya masing- masing, dari sisi urgensi, usaha dan waktunya. Kita seimbangkan antara maslahat pribadi dengan maslahat umum.

Stephen Covey menawarkan bentuk keseimbangan yang lebih dinamis. Kita harus seimbang dalam empat dimensi; Pertama, Fisik dengan olah raga, nutrisi dan manajemen stres. Dengan memenuhi kebutuhan fisik, kita akan merasakan aktivitas normal kita jauh lebih nyaman dan menyenangkan. Kedua, dimensi spiritual. Yaitu sebuah dimensi untuk mempertahankan ketenangan dan kedamaian jiwa, misalnya dengan ibadah, berdoa, i’tikaf, komitmen pada nilai dan ajaran agama. Ketiga, dimensi mental, sebagian besar perkembangan mental dan disiplin studi kita berasal dari pendidikan formal. Karena itu, begitu lulus sekolah, kita membiarkan mental kita berhenti pertumbuhannya. Kita tidak membaca secara serius, tidak berfikir analitis, tidak menulis, sebaliknya dihabiskan waktu untuk nonton TV. Membaca adalah cara terbaik untuk menjaga keseimbangan mental, sehingga meluaskan pikiran kita dengan ide-ide brilian yang ada pada literatur yang kita baca. Tiga dimensi pertama ini fisik, spiritual, mental- adalah praktik yang disebut Stephen sebagai kemenangan pribadi sehari-hari. Dan kita diminta untuk menggunakan satu jam sehari untuk melakukannya, demi menjaga keseimbangan ketiganya. Keempat, dimensi sosial/emosional. Yaitu dalam bentuk pelayanan, empati, sinergi dan rasa aman intrinsik. DR. Hans Selye dalam penelitiannya tentang stres mengatakan, pada dasarnya kehidupan yang panjang, sehat dan bahagia adalah hasil dari memberikan kontribusi, memiliki proyek berarti yang menyenangkan secara pribadi dan menyokong serta memberkahi kehidupan orang lain. Dalam ungkapan G. Bernard Shaw, “Saya ingin terpakai secara tuntas ketika saya mati.” N. Eldon Tanner mengatakan, “Pelayanan adalah sewa yang kita bayar untuk hak istimewa hidup di atas bumi ini.”

Agama kita yang sempurna mengajarkan, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya kepada sesama.” Demikian, wallahu a’lam

Pesan utama buku ini adalah; Di dunia ini seorang muslim harus prestatif di segala bidang. Di pekerjaan, di keluarga, di masyarakat, di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, ilmu pengetahuan, budaya dsb. Dan kita harus memulainya dengan mengubah kebiasaan kita menjadi kebiasaan-kebiasaan yang positif-produktif dengan mengacu pada 10 langkah yang ia tawarkan. Pesan substantif buku ini dan hal ini yang membedakannya dengan buku-buku pengembangan diri lainnya- adalah ke mana kesuksesan itu diorientasikan. Buku-buku pengembangan diri lainnya, jarang sekali menyinggung masalah ini. Buku-buku tersebut mengajarkan kita bagaimana bisa sukses. Dan kesuksesan itu adalah untuk kesuksesan itu sendiri. Untuk dinikmati, untuk status sosial, untuk dijadikan contoh bagi orang lain, serta untuk berbagai bentuk kepuasan duniawi lainnya.
Berbeda dengan Dr. Ibrahim bin Hamd Al-Quayyid, penulis buku ini. Beliau justeru sangat menekankan orientasi kesuksesan ini. Kesuksesan bukanlah sekedar untuk masa depan 20-30 tahun yang akan datang, atau untuk dinikmati sebelum datangnya kematian. Tidak, itu memang masa depan, tetapi masa depan jangka pendek (baca: bersifat duniawi) yang pasti berakhir. Masa depan yang diorientasikan DR. Ibrahim adalah masa depan yang tiada akhir, yaitu masa depan Akhirat.
Buku 10 Kebiasaan Muslim Yang Sukses ini mengajak kita sukses dunia Akhirat. Sukses yang sudah bisa kita nikmati sejak sekarang. Oh iya, Anda mau bergabung? Praktikkan resep-resep buku ini sekarang!

SUMBER : Buku 10 Kebiasaan Muslim Yang Sukses, LPU Al-Kahfi Yogyakarta, disampaikan pada Kajian Ilmiah Syar’iyah. Ahad, 25 Sya’ban 1425H/ 10 Oktober 2004 M.

Al Jabbar, Maha Kuasa

Published 18 Februari 2009 by kannaz

Kesalahan terbesar manusia adalah merasa besar di hadapan Allah dan terperangkap dalam perasaan angkuh. Penyebabnya adalah manusia menganggap dirinya sebagai wujud yang tidak tergantung kepada Allah, Tuhan yang telah menciptakannya. Ia merasa yakin bahwa sejumlah kelebihannya berasal dari dirinya sendiri, dan karenanya merasa sebagai “sosok yang mampu berdiri sendiri”.

Ini benar-benar sesuatu yang sama sekali tidak masuk akal. Dengan merenung sejenak, akan kita pahami dengan jelas bahwa kita hadir ke dunia bukan atas kehendak sendiri. Kita takkan pernah tahu kapan hidup kita berakhir, dan kita tak pernah menentukan sendiri sifat yang ada pada diri kita.

Berdasarkan semua fakta ini, sangatlah jelas betapa tidak tepat dan tidak beralasan bila manusia menyombongkan diri di hadapan Penciptanya sendiri. Manusia hendaknya memahami kebesaran Allah, dan menyadari bahwa Dia-lah yang telah menciptakannya dari ketiadaan. Allah-lah yang telah memberinya segala sifat dan kemampuan yang ada dalam dirinya.

Manusia juga tidak boleh lupa bahwa Allah dapat mengambil kembali seluruh nikmat pemberian-Nya kapan pun Dia menghendaki. Allah pasti akan mengambil nikmat hidup seluruh makhluk-Nya di dunia, sehingga semua yang hidup suatu saat pasti mati. Manusia harus menerima bahwa Allah-lah satu-satunya yang kekal, dan hanya kepada-Nya ia harus berserah diri. Sebab Allah berkuasa menjadikan semua mereka yang menyombongkan diri tanpa alasan yang benar, yang lalai akan kelemahan mereka, dan yang berpaling dari-Nya, untuk tunduk kepada-Nya kapan pun Dia menghendaki. Hal ini adalah mudah bagi Allah, sebab Dia-lah yang memiliki segala kesempurnaan dan kekuasaan di atas makhluknya, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab-Nya:

Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. Al Hasyr, 59:23)

sumber: http://www.insight-magazine.com/indo/edisi_8.html#12

Pada bagian Tafakur.

Al ‘Afuw, Maha Pemaaf

Published 18 Februari 2009 by kannaz

Manusia adalah makhluk yang memiliki kelemahan. Di antaranya adalah mudah tergelincir untuk berbuat salah. Kapan pun dan di mana pun, manusia dapat berpikir salah tentang banyak hal, mengambil keputusan yang keliru dan berperilaku secara tidak benar.

Namun Allah, yang menciptakan manusia, mengetahui segala kelemahan dan kekurangan hamba-Nya. Karenanya, Allah juga memaafkan kesalahan yang diperbuat manusia. Jika Dia tidak “memaafkan”, maka tak seorang pun yang akan benar-benar terbebas dari dosa selama hidupnya di dunia. Jika ini yang terjadi, maka tak satu pun manusia yang akan mampu masuk surga.

Tapi kita tidak boleh lupa bahwa Allah memaafkan hamba-Nya yang ikhlas. Yang penting adalah hendaknya seseorang dengan jujur dan tulus menyerahkan diri kepada Allah, seraya menyadari penuh kelemahan dirinya sendiri. Allah mengampuni dosa-dosa mereka yang sadar dan mengakui segala kesalahannya, serta kembali kepada-Nya dengan ikhlas. Allah menyatakan hal ini dalam Al Qur’an:

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa’, 4:17)

Allah membuka lebar-lebar pintu maaf-Nya, dan senantiasa menganjurkan kepada seluruh manusia agar segera menuju kepada luasnya ampunan Allah dan surga-Nya. Allah menyeru dalam Al Qur’an:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (QS. Ali ‘Imran, 3:133-136)

sumber: http://www.insight-magazine.com/indo/edisi_8.html#12

Pada bagian Tafakur.

Muqaddimah

Published 18 Februari 2009 by kannaz

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, kepada-Nya kita memberikan pujian, memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya pula kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa diberi petunjuk oleh-Nya niscaya tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya niscaya tiada seorangpun yang kuasa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. QS. Ali ‘Imran: 102.

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” QS.An Nisa’:1.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. QS. Al Ahzab: 70-71.

Amma ba’du,
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW, seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan, setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya dalam naar.

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”. QS. Al Fatihah: 5.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. QS. Al ‘Ashr: 1-3.

Dengan segala kerendahan hati aku persembahkan blog ini kepada diri dan keluargaku serta teman-temanku dan para pembaca serta penulis, semoga melalui blog ini kita dapat meningkatkan kualitas diri ketempat yang sesuai dengan fitrah manusia.